Jumat, 17 Agustus 2018

PARADOKS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM : PERAN DAN FUNGSI PARALEGAL DALAM PENANGANAN KASUS SECARA LITIGASI DI MAKASSAR


ABSTRAK


Abstrak – Bantuan hukum dalam makna yang paling luas merupakan pemberian jasa pendampingan hukum yang dilakukan secara cuma-cuma kepada masyarakat kurang mampu. Tujuannya untuk menjamin kesetaraan perlakuan di depan hukum (equlity before the law). Melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, pelaksanaan bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang memenuhi syarat dan berhak melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum. Di sisi lain, pengaturan tentang pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma telah terlebih dahulu diatur melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Yang artinya dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, kegiatan yang dilakukan oleh profesi advokat juga mampu dilakukan oleh paralegal, termasuk beracara dipengadilan (litigasi). Tentu saja hal ini menimbulkan paradoks pada sisi penanganan hukum, karena dalam realitasnya paralegal tidak diperbolehkan melakukan penanganan hukum secara litigasi. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah solusi yang akan menimbulkan persamaan pengertian antara pembela hukum dalam mewujudkan tujuan hukum itu sendiri. Maksud dan tujuan penelitian ini ialah untuk membuka khazanah pengetahuan tentang peran dan fungsi paralegal sebagai salah satu kerja hukum yang memperjuangkan hak-hak hukum masyarakat  kurang mampu. Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah Normatif dengan metode pengumpulan data Literature Research. Data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari buku-buku, jurnal-jurnal, peraturan p
erundang-undangan, naskah akademik, dan situs-situs resmi.

Kata kunci : Bantuan Hukum, equlity before the law, Litigasi, Paradoks, Paralegal

PENDAHULUAN
Hukum pada hakekatnya dibentuk untuk mengatur hidup manusia dan mempermudah hidup manusia. Jadi memang selayaknya hukum tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan manusia. ubi societas ubi ius, dimana ada manusia disitu ada hukum. Namun demikian hukum dalam arti hukum positif yang dianut oleh sebagian besar negara, termasuk Indonesia, nampaknya tidak lagi dapat memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan manusia yang lebih kompleks. Hukum positif dalam arti hukum (peraturan perundang-undangan) yang berlaku saat ini dan dibuat secara prosedur formal oleh organ negara sudah tidak mampu menjangkau fenomena di dunia nyata.[1] Karena pemberian jasa bantuan hukum oleh si pemberi bantuan hukum dan pelayanan hukum masih harus memikirkan faktor ekonomi sebagai penunjang kehidupan dan juga untuk menutupi segala biaya negara selama proses pelayanan hukum dilangsungkan.
Sejarah pemberian bantuan hukum pada awalnya berawal dari sikap kedermawanan(charity) elit-elit gereja terhadap pengikutnya. selain itu, hubungan pemberian bantuan hukum ini juga terjadi antara pemuka adat dengan penduduk sekitar yang dikenal dengan istilah patron-client(pemimpin-pengikut/pelayan). Pada zaman romawi, pemberian bantuan hukum oleh para pemimpin pada dasarnya memiliki motif untuk mendapatkan pengaruh pada masyarakat. [2]
Di Indonesia sendiri, istilah bantuan hukum setelah masa kemerdekaan merupakan hasil inisiasi dari organisasi advokat. Organisasi advokat pertama yang dimulai pada tanggal 30 Agustus 1964 ini, ditandai dengan dibentuknya Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN). Selang beberapa tahun setelah pembentukannya, PERADIN sebagai organisasi yang mewakili kepentingan advokat mengambil bagian dalam program bantuan hukum yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Bantuan Hukum(LBH) Jakarta. Setelah itu, PERADIN mulai giat merintis terbentuknya LBH di seluruh Indonesia.[3]
Semenjak pembetukan LBH di seluruh Indonesia, konsep bantuan hukum menjadi terkenal dimasyarakat. Lembaga Bantuan Hukum telah berkembang tidak saja dalam jumlah perkara yang ditanganinya, tetapi juga dalam mengusahakan berbagai program aksi yang sesuai dengan sifat dan ruang lingkup Lembaga Bantuan Hukum yang luas[4]
            Di era reformasi, pengaturan khusus(lex specialis) tentang bantuan hukum diatur melalui undang-undang nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum. Dalam undang-undang ini telah diatur mengenai syarat-syarat pemberian bantuan hukum, termasuk kriteria sang pemberi bantuan hukum. Seperti disebutkan dalam Pasal 9 ayat  (a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Berbunyi :
            Pemberi Bantuan Hukum berhak:
melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum;

dalam poin diatas bahwa hak badan pemberi bantuan hukum merupakan suatu kesatuan tanpa perbedaan diluar profesi, hal ini didukung pada Pasal 10 Poin (c) UU Nomor 16 Tahun 2011 bahwa lembaga bantuan hukum yang telah merekrut advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum memiliki kewajiban untuk melakukan pendidikan dan pelatihan terhadap rekrutan badan pemberi bantuan hukum. Hal ini artinya terdapat kesetaraan aturan oleh badan pemberi bantuan hukum dalam memberikan pengetahuan acuan terhadap para pemberi bantuan hukum.
            Dari perspektif ruang lingkup, pada Pasal 4 Poin (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Badan Pemberi Bantuan hukum memiliki ruang penanganan meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun non litigasi. Penjelasan ini diperkuat dengan pasal setelahnya bahwa Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum
             Kewenangan bantuan hukum terhadap beberapa profesi diluar advokat yang ditimbulkan oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 ini kemudian menuai kontroversi dari profesi advokat. Hal ini dilihat dari pelayangan permohonan pengujian undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi oleh 10 orang advokat yaitu Dominggus Maurits Luitnan, Suhardi Somomoelyono, Abdurahman Tardjo, TB Mansyur Abubakar, Malkam Bouw, Paulus Pase, LA Lada, Metiawati, A Yetty Lentari, dan Shinta Marghiyana.
Spesifik, mereka memohon pengujian Pasal 1 ayat (1), (3), (5), (6); Pasal 4 ayat (1), (3); Pasal 6 ayat (2), (3) huruf a, b; Pasal 7; Pasal 8 ayat (1), (2) huruf a, b; Pasal 9;  Pasal 10 huruf a, c; Pasal 11; Pasal 15 ayat (5); dan Pasal 22 UU Bantuan Hukum.[5]
            Dalam gugatan tersebut, pihak advokat menganggap bahwa dengan adanya undang-undang tersebut, advokat akan dirugikan hak konstitusionalnya disebabkan wewenang penyelenggaraan bantuan hukum dapat dilakukan oleh dosen, mahasiswa fakultas hukum, atau organisasi  masyarakat (LSM) dan hal ini bahkan untuk beracara di dalam maupun di luar ruang sidang. Hal ini diatur  dalam Pasal 9 huruf a jo Pasal 1 ayat (3) UU Bantuan Hukum. Namun, penolakan oleh advokat bukan tidak memiliki dasar Sebab, pada  Pasal 38 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pemberi jasa bantuan hukum adalah advokat yang merupakan aparat penegak hukum.[6]
            Namun kemudian permohonan pengujian tersebut ditolak oleh Hakim Mahkamah Konstitusi karena dianggap tidak dapat membuktikan secara detail kerugian hak konstitusional yang dialami dan lebih banyak melakukan penafsiran saja.

RUMUSAN MASALAH     
Beranjak dari permasalahan diatas, maka kami sangat tertarik untuk mengetahui lebih lanjut antara lain :
1.      Apa fungsi dan peran paralegal sebagai salah satu pemberi bantuan hukum ?
2.      Bagaimana kewenangan pemberi bantuan hukum khususnya paralegal dikota Makassar dalam pembelaan kasus secara litigasi berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang bantuan Hukum ?

METODDE PENELITIAN
Tipe penelitian yang digunakan adalah Normatif dengan metode pengumpulan data Literature Research. Data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari buku-buku, jurnal-jurnal, peraturan perundang-undangan, naskah akademik, dan situs-situs resmi.



PEMBAHASAN
Akses terhadap keadilan adalah salah satu bentuk pengejahwantahan dari prinsip negara hukum dan pengakuan hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Keseluruhan hak dan kewajiban yang digariskan dalam UUD 1945 merupakan kesatuan upaya untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu mencapai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.[7]
Bantuan Hukum(legal aid) secara terminologi dipahami sebagai pemberian bantuan hukum baik berupa nasihat hukum maupun penerimaan kuasa pembelaan perkara hukum dipersidangan terhadap masyarakat yang mengalami kesulitan dalam ekonomi(kurang mampu). Dalam kaitannya dengan profesi advokat, istilah pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dikenal sebagai Probono Publicio. [8] Selain probono, kita juga mengenal istilah prodeo yang termuat dalam SEMA No 10 Tahun 2010 tentang Bantuan Hukum (saat ini telah dicabut oleh Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan – “Perma 1/2014”), Prodeo adalah proses berperkara di pengadilan secara cuma-cuma dengan dibiayai negara melalui anggaran Mahkamah Agung RI.[9]
Dari kedua hal diatas perbedaan keduanya terletak pada sisi  Prodeo ataupun Legal Aid ialah bantuan hukum secara cuma-cuma, akan tetapi pelayanan hukum tersebut dibiayai oleh negara dan/atau diberikan subsidi oleh negara, dalam hal ini diatur mekanisme maupun proses formal oleh peraturan perundang-undangannya. Sebagai bukti nyata yang memang sudah diadopsi oleh hukum positif yang berlaku di Indonesia yaitu dalam hal bantuan hukum diatur oleh Undang-Undang No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, serta untuk peraturan-peraturan pelaksananya diatur oleh Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, Surat Edaran Mahkamah Agung No.10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Sedangkan untuk  Pro Bono bukan mengganti pekerjaan Pro Deo, akan tetapi pekerjaan Pro Bono mendukung pekerjaan Prodeo. Dan juga pekerjaan Pro Bono merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh advokat dengan menggunakan waktu profesinya dengan menggunakan pembiayaan secara mandiri.[10]
Paralegal sendiri merupakan pemberian bantuan hukum yang bersifat Pro Deo, Karena berada langsung dalam pengawasan dan pemberian bantuan dana oleh kementerian hukum dan hak asasi manusia(KEMENKUMHAM). Untuk defenisi paralegal sendiri, Menurut Black Law Dictionary dalam bukunya Mulyana W.K menyatakan bahwa Paralegal adalah:[11]
“A person with legal skills, but who is not an attorney, and who works under the supervision of a lawyeor no is otherwise authorized by law to use those legal skills. Paralegal courses leading to derses in sucsph ecially are no afforded by many schools.”
Berdasarkan pengertian ini yang disebut paralegal adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seseorang penasehat hukum (yang professional) dan ia bekerja di bawah bimbingan seorang advokat atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya.
Peran dan Tugas utama paralegal adalah mengupayakan peningkatan kemampuan masyarakat terutama masyarakat miskin dalam mengupayakan keadilan dalam posisi yang setara dengan kekuasaan di tingkat lokal. Sementara untuk peran paralegal dijabarkan sebagai berikut :[12]
a.    Pendidik dan motivator masyarakat dalam meningkatkan perilaku sadar hukum melalui kegiatan promosi,sosialisasi dan pelatihan.
b.    Kader Pro Justice, kader bantuan hukum melalui pendampingan masyarakat dan mengupayakan keadilan
c.    Organisator yang menerapkan prinsip-prinsip pengembangan kelembagaan posko bantuan hukum berbasis masyarakat yang mandiri dan berkelanjutan.
Sementara untuk penjabaran tugas paralegal dapat diruntut sebagai berikut :[13]
a.    Melaksanakan program-program pendidikan sehingga kelompok masyarakat dirugikan (disadvantaged people) menyadari hak-haknya;
b.    Memfasilitasi terbentuknya organisasi rakyat sehingga mereka bisa menuntut dan memperjuangkan hak-hak mereka;
c.    Melakukan penyelidikan awal terhadap kasus-kasus yang terjadi sebelum ditangani pengacara dan memberikan pertimbangan alternatif pilihan penyelesaian perkara;
d.    Membantu masyarakat dalam membuat pernyataan-pernyataan(gugatan/pembelaan), mengumpulkan bukti-bukti yang dibutuhkan dan informasi yang relevan dengan kasus yang dihadapi.
e.    Mengelola posko bantuan hukum secara mandiri dan berlanjut.
f.    Melakukan tugas administratif menyangkut pendokumentasian kasus perkembangan posko dsb.
Sejalan dengan tugas dan peran yang diberikan kepada paralegal, maka amanah yang diberikan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 pada dasarnya telah tepat. Karena pengawalan/pendampingan suatu kasus yang dimulai dari proses penyelidikan oleh paralegal, maka paralegal memiliki kelebihan dari sisi pengetahuan kasus hukum tersebut. sehingga, pendampingan kasus secara litigasi oleh paralegal lebih berpotensi untuk menepis celah tuntutan terhadap seseorang yang didampingi oleh paralegal.
Namun, dalam realitasnya hal yang tersebut menemui banyak kendala dalam penerapannya, diantaranya :
a.    Kewenangan penanganan secara litigasi oleh paralegal berdasarkan wewenang Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 nyatanya tidak dapat dilakukan dilapangan.
b.    Doktrin-doktrin bantuan hukum yang diberikan kepada paralegal pada umumnya lebih mengarah kepada pembelajaran kasus dan pendampingan penyelesaian sengketa non litigasi
c.    Bahkan sejak dalam pelatihan paralegal, para pemateri telah memberikan penekanan terhadap kewenangan paralegal yang hanya dapat melakukan pendampingan  diluar persidangan.
Padahal, jika melihat pada konteks kebutuhan pendampingan hukum di daerah Sulawesi, dengan jumlah penduduk lebih dari 17 juta jiwa, hanya terdapat sekitar 2.000 pengacara, dimana sebagian besar berada di tiga kota besar yang berpenduduk padat. Terdapat sekitar 1.000 pengacara di tingkat Propinsi di Sulawesi Selatan untuk kurang lebih 8 juta penduduk. Kebanyakan dari mereka bekerja di Makassar.[14]

SOLUSI
a.       Diperlukan sebuah aturan hukum yang secara hukum mengatur tentang kewenangan paralegal
b.      Diperlukan kesepahaman antara penegak hukum dan pemberi bantuan hukum (pejuang hukum) dalam hal penanganan kasus secara Cuma-Cuma.
c.       Membuat standar pelatihan terhadap para pemberi bantuan hukum diluar materi hukum secara umum



[1] Uli paruliyan sihombing,dkk, 2009, Modul Pelatihan Paralegal, The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) ,Jakarta, Hal.13.
[2] Muchlisin Riadi, Pengertian Bantuan Hukum, diakses pada 7 mei 2017,pukul 1:43 Am pada http://www.kajianpustaka.com/2016/04/pengertian-dan-sejarah-bantuan-hukum.html
[3] Anggara, Organisasi Advokat dan Program Bantuan Hukum Di Indonesia, diakses pada 7 mei 2017, pukul 2:12 Pm pada  http://icjr.or.id/organisasi-advokat-dan-program-bantuan-hukum-di-indonesia/
[4] Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Bantuan Hukum: Akses Masyarakat Marginal Terhadap Keadilan, (Jakarta, LBH Jakarta, 2007) hal. 16
[5]ASH, Hukum Online, Advokat Gugat UU Bantuan Hukum, Diakses pada 8 Mei 2017 Pukul 3:35 AM pada http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt505c62bfc0c4c/advokat-gugat-uu-bantuan-hukum
[6] Ibid
[7]Kelompok Kerja Akses Terhadap Keadilan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2009, Strategi Nasional Akses Terhadap Keadilan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),Jakarta, Hal.1.
[8] Terjemahan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011
[9] Hukum Online, Perbedaan Probono dan Prodeo, Diakses Senin, 08 Mei 2017 Pukul 11:14 AM Pada http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52fafbb784533/perbedaan-pro-bono-dengan-pro-deo
[10] Febby Febrian Valentino, Arti dan Peran Pro Bono oleh Advokat, diakses senin, 08 Mei 2017 Pukul 11:26 AM pada http://www.hukumpedia.com/febbyfebrian/arti-dan-peran-pro-bono-oleh-advokat
[11] Anung Anshori, Kedudukan dan Peranan Paralegal Dalam Aktivitas Bantuan Hukum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kuhap Jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum ,Respository Unpas, diakses pada 08 Mei 2017 Pada http://repository.unpas.ac.id/843/
[12]Anonim, Peran, tugas ,dan keterampilan paralegal, diakses pada 08 Mei 2017 Pukul 12:36 PM pada https://www.causes.com/causes/303502-bantuan-hukum-berbasis-masyarakat/updates/212074-peran-tugas-dan-ketrampilan-paralegal
[13] Ibid.
[14] American Bar Association, 2012, Penilaian Akses Terhadap Keadilan untuk Indonesia Sulawesi Selatan, Amerika Serikat, Hal. 29.

Jumat, 13 Maret 2015

NGELEM, Problem lama tanpa perhatian



                Menarik ketika kita mendengarkan kata “Indonesia Darurat Narkoba”, terkait dengan akan dilangsungkannya eksekusi mati terhadap para terpidana narkoba yang tergabung dalam julukan “Bali Nine”. Hal ini sebenarnya merupakan upaya umum yang memang harus dilakukan oleh pemerintah negara Indonesia sebagai bentuk serius dalam memberantas penyalahgunaan narkoba dari bumi Indonesia tercinta. karena status darurat narkoba bukan lagi sekedar slogan semata,tetapi realita yang memang sedang terjadi didepan mata. Seperti yang kita ketahui narkoba tidak hanya merusak masyarakat pada lapisan kesehatan, tetapi telah masuk hampir dalam segala lini kehidupan, Utamanya generasi muda bangsa Indonesia.

            Salah satu yang menurut penulis sangat menarik adalah kenyataannya, bahwa generasi muda sekarang, anak-anak hingga remaja cenderung memiliki banyak cara dalam membawa diri mereka menuju “fly” atau merasakan efek candu yang memiliki efek sama seperti yang tergolong dalam zat narkoba, salah satunya yaitu Ngelem. Ngelem merupakan suatu kegiatan menghirup uap lem, zat pelarut, atau zat sejenisnya dengan maksud untuk mendapatkan sensasi “high” atau mabuk. Kandungan yang dihirup disini merupakan zat yang berupa karet sintetis, resin, dan zat yang biasa disebut toluene yang jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan mengakibatkan penyakit kanker dan merusak sitem kerja otak. Zat ini sangat mudah didapatkan, karena terkandung dalam alat perekat kayu maupun sejenisnya. Efek yang ditimbulkan pun tidak main-main dalam mempengaruhi kesehatan seseorang seperti dalam uraian berikut :
 Efek ngelem jangka pendek:            - Denyut jantung meningkat
- Mual dan muntah
- Halusinasi
- Mati rasa atau hilang kesadaran
- Susah bicara atau cadel
- Kehilangan koordinasi gerak tubuh
Efek ngelem jangka panjang:           - Kerusakan otak, mulai dari cepat pikun,
   kesulitan mempelajari sesuatu, dan parkinson
- Otot melemah
- Depresi
- Sakit kepala dan mimisan
- Keusakan saraf (Hilangnya kemampuan
  mencium dan mendengar)
jika kita ambil perbandingan dalam kelompok narkoba, maka kegiatan ngelem ini masuk sebagai golongan narkotika yaitu sebagaimana yang terlampir dalam LAMPIRAN II  UU NO. 35  TAHUN 2009 Bahwa Toluene merupakan zar precursor, yang artinya bahwa zat ini merupakan bahan pemula atau bahan kimia yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan narkotika. Dan kepemilikan terhadap zat prekursor ini diatur lebih lanjut dalam pasal 129 UU NARKOTIKA.
Namun, kenyataan dilapangan bahwa kegiatan ngelem ini masih belum mendapatkan penanganan yang lugas serta sanksi yang tegas. Oleh karena itu dengan adanya artikel ini penulis berharap bahwa kita semua mampu memberikan suatu respon yang tidak kalah besar dalam memberantas penyalahgunaan narkoba maupun zat-zat sejenis yang memberikan efek sama seperti narkoba. Karena kegiatan ngelem ini seyogiaynya juga dapat menjadi bom nuklir yang menyebkan hancurnya generasi muda bangsa Indonesia.(JJJ)

                   Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika